Langsung ke konten utama

Pemasaran Berjenjang dan Fanatisme

Pemasaran berjenjang atau biasa dikenal khalayak umum dengan multilevel marketing erat kaitannya dengan fanatisme. Pemujaan terhadap suatu produk atau insan manusia bahkan sampai pengkultusan.

Fanatisme erat kaitannya dengan pemujaan dan bahkan pengkultusan suatu hal. Orang memercayai setiap gerak-gerik hingga tindak tanduk seseorang yang dipuja, walau di mata logika semuanya semu belaka. Orang percaya khasiat suatu obat, hanya karena diiming-imingi mimpi kesehatan abadi yang tak melekat.

Penganut paham ini tidak sadar bahwa tingkah laku mereka sama seperti golongan terbawah (downline) dari pemasaran berjenjang. Mereka dengan mudah diatur oleh petinggi-petinggi mereka (upline). Diatur sedemikian rupa hingga tidak sadar mereka hanya pion dan bukan pecatur.

Fanatisme juga erat dengan ketidakmampuan memahami setiap jengkal pemikiran yang sesungguhnya beragam, tidak hanya selebar daun kelor. Kaum ini memaksakan kehendak bahwa paham, kepercayaan, agama, sikap politiknya paling sahih, dan juga sudah teruji serta laik diikuti. Mereka percaya bahwa orang yang tidak mau menerima pendapatnya, pantas untuk diberikan siraman rohaniah dan batiniah. Sehingga, kelak 'kesadaran' yang dicapai lawan-lawan pemikirannya, bisa diaku sebagai jerih payah mereka. Merekalah sang juru selamat dari siksa api neraka.

Pemasar berjenjang pun sama halnya. Mereka berusaha meyakinkan masyarakat awam jika produknya unggul dan layak disebarluaskan. Masyarakat berhak mendapatkan manfaat dan kelak bisa menjadi saksi hidup tentang betapa mustajabnya produk tepercaya mereka itu. Padahal, ada kalanya bukan produk yang mereka ingin jual, hanya pundi-pundi uang yang ingin mereka rengkuh guna mendukung sejengkal masa depan gemilang. Bahkan mereka kadang tidak sungkan untuk menghancurkan hubungan pertemanan hingga persaudaraan hanya demi tujuan mereka. Kepercayaan hilang di telan bumi, tergantikan kebutaan akan produk-produk mereka. Untung diraih, uang direngkuh, kepercayaan hilang ditelan bumi.

Fanatisme juga bisa mengubah orang, baik secara perlahan maupun secepat kilat. Logika tercerai berai, tergantikan dengan ketidakjernihan pemikiran. Simpul-simpul pemikiran yang sudah terjalin rapi, terkoyak dan karut-marut. Sungguh susah dirapikan lagi. Tahap penguraian benang kusut ini pun cukup panjang, bahkan acap kali menyerap habis tenaga beradu pendapat dan berakhir pada kegagalan. Sehingga, membuat kepasrahan dan menjadikan fanatisme tetap kokoh menjulang tinggi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Media Sosial yang Nirsosial

Apakah kalian pernah menghitung berapa lama waktu yang sudah dihabiskan sepanjang hari hanya untuk membuka akun media sosial? Bagi orang yang sudah tercandu, hampir sebagian besar waktu luang dan bahkan waktu utamanya dipergunakan untuk menjelajah sudut-sudut dunia maya. Dunia yang tidak berujung. Dunia yang sangat menghanyutkan dan ingin kita selami hingga ke ujung terdalam. Media sosial sejatinya dijadikan etalase sosial kita. Kita berusaha memamerkan apiknya sang surya tenggelam, harumnya segelas kopi di kedai papan atas, dan juga menterengnya helai kain yang kita kenakan. Kita ingin terlihat sempurna sambil berusaha mencari idola tiruan supaya jalur kesosialan kita semakin apik tertata. Kita tidak peduli dengan sibuknya dunia nyata. Deru motor di jalanan pagi hari, derap langkah kaki di pinggir jalan, semuanya terelakkan dari kita. Kita sampai alpa bahwa kaki perlu bekerja sama dengan mata untuk sekadar menyusuri jalan. Semua perhatian hanya tercurahkan pada segenggam gawai pintar.